
Sesungguhnya Islam telah menetapkan bagi manusia suatu tolok ukur untuk menilai segala sesuatu, sehingga dapat diketahui mana perbuatan yang terpuji (baik) yang harus segera dilaksanakan dan mana perbuatan tercela (buruk) yang harus segera ditinggalkan. Tolok ukur ini adalah hukum syara’ yakni aturan-aturan Allah SWT yang dibawa oleh Rasulullah saw dan bukan akal dan hawa nafsu manusia. Sehingga apabila syara’ menilai perbuatan tersebut terpuji (baik), maka itulah terpuji (baik) sedangkan apabila syara’ menilai suatu perbuatan tercela (buruk) maka itulah tercela (buruk).
Tolok ukur bersifat abadi dan tidak berubah selama-lamanya. Karena itu perbuatan yang terpuji (baik) menurut syara’ seperti jujur, menepati janji, berbuat baik kepada orang tua, melaksanakan jual beli dengan jalan yang halal, dan lain-lain tidak akan berubah menjadi perbuatan yang tercela (buruk). Demikian juga suatu perbuatan yang menurut syara’ tercela (buruk) seperti dusta, ingkar janji, manipulasi, korupsi, memakan harta riba dan lain-lain tidak akan berubah menjadi perbuatan terpuji (baik). Jadi apa yang dinyatakan terpuji oleh syara’ akan terpuji selamanya, begitu juga apa yang dicela oleh syara’, selamanya akan tetap tercela.
Dengan demikian, manusia akan dapat menjalani kehidupan di muka bumi ini dengan berada di atas jalan yang lurus (benar), jalan yang akan memdatangkan kebahagiaan, kedamaian dan ketenteraman. Hal suatu yang wajar sebab mereka berjalan di atas ketentuan-ketentuan Allah SWT yang telah menciptakan dan mengatur mereka dan mengetahui secara pasti mana yang baik dan buruk bagi manusia. Sebaliknya jika manusia menjadikan akal dan hawa nafsu untuk menentukan perbuatan terpuji (baik) dan perbuatan yang tercela (buruk), atau dengan kata lain mereka membuat berbagai peraturan yang bertentangan dengan aturan yang diturunkan Allah SWT sehingga mereka berjalan di atas jalan yang salah, maka yang akan didapatkannya hanyalah kesengsaraan, kekacauan, kerusakan, kegelisahan, dan berbagai bencana yang silih berganti.
Allah SWT berfirman :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Ruum 41)
Iman dan Amal Shaleh
Sesungguhnya keimanan seorang muslim mengharuskan mereka untuk membuktikan keimanannya tersebut dalam bentuk ketundukan dan kerelaaan dirinya diatur dengan hukum-hukum Allah SWT yang dibawa Rasulullah saw. Artinya setiap orang yang mengaku beriman kepada Islam harus menerima keputusan apapun yang diberikan Rasulullah saw terhadap perkara apa saja yang mereka kerjakan selama hidup didunia ini. Siapa saja yang mengaku muslim tetapi tidak mau menerima keputusan yang diberikan rasul terhadap perkara tersebut, maka sesungguhnya mereka tersebut bukanlah orang yang beriman. Allah SWT berfirman :
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisaa’ 65)
Oleh karena itu Islam sangat mendorong setiap muslim untuk beramal sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT (amal shaleh), sebagai bukti keimanannya terhadap Islam. Allah SWT berfirman :
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan beramal shaleh, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.” (QS. Al Baqarah 25)
Firman Allah SWT juga :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki dan wanita sedangkan dia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisaa’ 124)
Bahkan diterima tidaknya keislaman seorang muslim salah satunya ditentukan oleh apakah dia beramal shaleh atau tidak. Rasulullah saw bersabda :
“Allah SWT tidak menerima iman seseorang tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa didasarkan pada iman.” (HR. Atthabrani)
Lebih jauh Allah SWT mengancam orang-orang yang tidak mau beramal shaleh atau sedikit amal shalehnya dengan menimpakan berbagai kesusahan dan kegelisahan. Rasulullah saw bersabda :
“Seseorang yang kurang amal-amal (shalehnya) maka Allah akan menimpakan kepadanya kegelisahan dan kesedihan.” (HR. Ahmad)
Karena itu Rasulullah saw memerintahkan umatnya untuk bersegera melakukan berbagai amalan kebajikan dan jangan ditunda-tunda. Sebab kalau ditunda-tunda, maka hal tersebut dapat menyebabkan kita tidak lagi dapat beramal bahkan tidak jarang kemudian kita menjadi orang yang lupa dan tersesat ke dalam kekafiran karena kita beramal dengan sesuatu yang bertentangan dengan keimanan kita. Rasulullah saw bersabda :
“Bersegeralah kalian mengerjakan amal-amal shaleh, karena akan datang masa yang penuh dengan fitnah seperti gumpalan malam yang pekat (gelap-gulita); seseorang pada pagi harinya dalam keadaan mu’min, lalu sore harinya menjadi kafir; dan di sore hari ia dalam keadaan mu’min, lalu di pagi harinya menjadi kafir; dia menjual agamanya dengan harta duniawi.” (HR. Muslim dan Turmudzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar