Rabu, 10 November 2010

Musibah Itu Indah



Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama dengan kesabaran, keleluasaan itu bersama dengan adanya kegelisahan, sedangkan kemudahan itu bersama dengan kesulitan. (Riwayat Tirmidzi)

Musibah adalah hilangnya sesuatu yang kita sayangi, seperti kekayaan, rumah tinggal, kendaraan, atau pekerjaan. Bisa juga berupa hilangnya orang yang dicintai, seperti kematian ayah, ibu, atau anak. Bisa juga berupa hilangnya kesehatan, jabatan, kehormatan, dan harga diri.

Sebagaimana sifatnya dunia, semua yang ada di atas bumi adalah fana. Hanya sementara! Tak ada yang abadi. Orang-orang yang kita cintai suatu saat pasti akan mati meninggalkan kita, atau justru sebaliknya, kita yang meninggalkan mereka terlebih dahulu. Ini adalah musibah yang tidak bisa dihindari.

Kehilangan pekerjaan, jabatan, atau harta benda, bisa menimpa siapa saja dan terjadi kapan saja. Tidak seorangpun yang hidup di dunia ini bisa menghindarinya. Kalau hari ini selamat dari musibah, mungkin besok atau lusa tidak. Kalau hari ini yang tertimpa musibah adalah teman kita, mungkin besok atau lusa adalah giliran kita.

Ulah Manusia Sendiri

Jika mau dievalusi secara jujur, tidak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya musibah datang karena kesalahan kita sendiri. Kesalahan berupa tidak mengindahkan aturan dan hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT), baik yang bersifat alamiah dan sosial (kauniyah) maupun hukum al-Qur`an (qauliyah). Firman Allah SWT:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (Ar-Rum [30]: 41)

Namun, ketika musibah itu terjadi sesungguhnya ada hakikat yang seringkali tidak dilalaikan manusia, yakni:

1. Musibah Merupakan Ujian dari Allah SWT

Kehidupan ini sesungguhnya merupakan proses ujian bagi manusia, untuk membuktikan siapa yang beriman kepada Allah SWT dan siapa yang mendustakan-Nya. Firman Allah SWT:

“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (Al-Ankabut [29]: 3)

2. Musibah Merupakan Azab dari Allah SWT

Boleh jadi musibah juga merupakan azab yang diberikan kepada manusia sebagai akibat dari kedurhakaan, kemaksiatan, serta dosa-dosa yang diperbuat. Sehingga ia berfungsi sebagai teguran untuk menyadarkan dan memperbaiki langkah kehidupan manusia sendiri agar kembali ke jalan yang benar.

“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)” (As-Sajdah [32]: 21)

Jangan Ditolak

Kita tidak bisa menolak musibah, sebab ia bersifat alamiah. Kehancuran, kemusnahan, dan kefanaan adalah sifat dasar alam dunia, sedang kita hidup di dalamnya. Itulah sebabnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) pernah berwasiat, ”Isy maa syi’ta fa innaka mayyitun, wa ahbib man ahbabta fa innaka mufaraqatun (hiduplah sesuakamu, tapi ingatlah bahwa kalian akan mati, dan cintailah orang yang kamu cintai, tapi ketahuilah bahwa nanti kalian akan berpisah).”

Terhadap musibah, kita tidak bisa menghindar. Yang penting bagi kita adalah, bagaimana menyikapinya. Dua orang yang menghadapi musibah yang sama, tapi reaksinya bisa berlainan. Yang satu bersabar dan ikhlas menerimanya, sedang yang kedua menerimanya dengan penuh penderitaan. Di sini, kita harus bisa membedakan antara musibah dengan derita.

Musibah adalah realitas obyektif, di luar diri kita. Sedangkan derita adalah realitas subyektif, pictures in our head (gambaran di dalam pikiran kita). Musibah adalah sesuatu yang terjadi di luar kendali kita, sedangkan derita terletak pada pilihan kita sendiri.

Dengan demikian, menjadi tidak aneh jika ada orang yang menderita luar biasa setelah mendapatkan musibah, walau tak seberapa. Akan tetapi ada orang yang biasa saja, bahkan menjadi bahagia meskipun tertimpa musibah yang berat. Kesimpulannya, cara menyikapi musibah itulah yang menjadikan orang tetap bahagia atau menderita. Cara menyikapi itulah yang menjadi pilihan kita.

Rahmah di Balik Musibah

Seorang Muslim tidak boleh tenggelam dalam kesedihan yang berlama-lama. Boleh bersedih hati tapi tidak boleh menderita. Orang yang menderita berarti mendapat kerugian dua kali. Ibaratnya, sudah jatuh tertimpa tangga lagi.

Bagi orang yang beriman, musibah adalah ujian. Bagi yang telah mempersiapkan diri baik-baik, maka musibah itu akan dihadapi dengan tenang. Akibat ketenangannya, ia bisa lulus ujian, lalu naik kelas atau naik tingkat, dan naik pula derajatnya. Di sisi manusia dia menjadi lebih mulia, sedang di sisi Allah SWT akan mendapatkan pahala.

Sebaliknya, orang-orang yang tidak siap menghadapi ujian akan bersikap menentang. Jangankan lulus ujian, mereka bahkan akan dihadapkan pada sanksi dan hukuman. Di mata manusia, mereka menjadi hina. Di mata Allah SWT, orang yang demikian pantas mendapatkan siksa.

Allah Maha Adil, di balik setiap musibah ada hikmah bagi orang-orang yang meyakininya. Rasulullah SAW bersabda:

Seorang Muslim yang tertimpa suatu kesakitan, baik itu tertusuk duri atau lebih dari itu, niscaya Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya dan menghapuskan dosa-dosanya, sebagaimana daun-daun berguguran dari pohonnya. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Orang-orang yang cerdas akan mengubah musibah menjadi rahmat, sedang orang yang bodoh mengubah musibah menjadi dua kali bencana. Rasulullah SAW dapat berkuasa, memimpin, dan membangun Madinah setelah diusir oleh kaumnya dari tanah kelahirannya, Makkah. Imam Ahmad bin Hambal menjadi imam dan pemimpin ahlus-sunnah setelah dipenjara dan didera hukuman oleh penguasa pada zamannya. Demikian juga Ibnu Taimiyah, ia menjadi ilmuwan agung, menulis kitab fatawa berjilid-jilid, setelah dipenjara.

Begitu pula Nabi Ibrahim Alaihissalam (AS) mendapat gelar khalilullah (kekasih Allah) setelah dibakar hidup-hidup oleh Namrudz. Nabi Nuh AS dapat memimpin bangsanya setelah tanah airnya ditenggelamkan bersama isteri dan anaknya. Demikian juga Nabi Yusuf AS, Nabi Ayyub AS, dan nabi-nabi lainnya.

Ketahuilah, Allah SWT tidak akan pernah mengambil dari diri kita kecuali Dia telah menyiapkan penggantinya yang lebih baik bagi kita, asal kita bersabar, ikhlas, dan tawakal menerimanya. Firman Allah SWT:

Mereka itulah yang akan mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]: 157)

Inilah kabar gembira dari Allah untuk orang-orang yang tertimpa musibah. Jangan takut, jangan sedih, jangan putus asa.

Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir. (Yusuf [12]: 87)

Ibrahim berkata: Tiada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, melainkan orang-orang yang sesat. (Al-Hijr [15]: 56)

Harga sukses itu mahal. Lihatlah, perhatikanlah, dan telusuri riwayat hidup orang-orang sukses. Mereka semua adalah orang-orang yang lulus menghadapi musibah. Semakin besar musibah yang ditimpakan kepadanya, semakin besar pula nilai kesuksesannya.

Subhanallah, orang yang beriman akan tersenyum manakala mendapatkan musibah. Mereka tidak marah dan tidak bosan menghadapinya, sebab mereka yakin bahwa di balik kesulitan yang dihadapinya saat ini pasti ada kebaikannya.

Itulah yang dialami Nabi Yusuf AS, seperti dipaparkan dalam Surah Yusuf, ia mengalami musibah demi musibah. Ketika masih remaja, oleh kakak-kakaknya dimasukkan dalam sumur hampir meninggal dunia. Ketika mulia meniti karir dijebloskan dalam penjara. Tapi justru karena kesabaran dan keikhlasannya, Nabi Yusuf AS akhirnya hidup di istana dengan jabatan yang luar biasa.

Melihat semua fakta nyata di atas, lalu apa yang menghalangi kita untuk tetap tersenyum ketika menghadapi musibah? Wallahu a’lam bish shawab. by Hamim Thohari

Tidak ada komentar: