Minggu, 17 Maret 2013
Tuhan dan Surga kita satu, Nak!
Sudah beratus kali Mama mendengar pertanyaan dari teman-teman Mama, “Nanti anakmu ikut agama ayah atau ibunya nih?” , atau ada juga yang sudah menjurus seperti, “Harusnya, di mana-mana, (agama) anak ikut ibunya dong!” Ada juga yang bilang akan mendoakan Mama setiap hari agar bisa mengikuti keyakinan Papa. Dan, Mama pasti hanya tersenyum mendengar perkataan seperti itu.
Ah, kalau Mama ingat-ingat lagi, pertanyaan semacam itu bahkan sudah muncul jauh sebelum engkau hadir, Nak. Tepatnya ketika Mama dan Ayah memutuskan untuk mengikatkan cinta kami dalam sebuah ikatan pernikahan.
Mama masih ingat dengan detil, betapa repotnya Ayah mencari penghulu yang bersedia menikahkan Ayah dengan Mama, karena Mama dan Ayah sepakat untuk memeluk keyakinan masing-masing. Atau Mama yang harus mengikuti interviu panjang dengan Pastor, terkait keputusan kami ini.
Tapi mungkin memang begini jalannya. Sesungguhnya cinta itu misteri, ya Nak. Sesungguhnya, dengan sedikit kerepotan itu, Mama dan Ayah begitu dimudahkan oleh Allah, karena eyang-eyangmu merestui pernikahan ini.Dan selanjutnya begitu banyak kemudahan-kemudahan yang Allah berikan agar Mama dan Ayah bisa bersatu. Syukurlah.
Nak,
Agak lama kami harus menanti kehadiranmu, dan ketika akhirnya kamu hadir ke hadapan kami, Mama merasa beroleh surga. Tuhan itu baik, sungguh baik. Ia mempercayakan kamu, Anakku, untuk kami berdua asuh.
Mama masih ingat, waktu kamu masih bayi, Nak.Kamu begitu mirip dengan ayahmu. Batin Mama bahagia tak terkatakan, ketika mendengar Ayah membisikkan adzan di telinga mungilmu, sesaat setelah tangisanmu membahana untuk pertama kalinya di dunia ini.
Dan begitu teman-teman Mama mengetahui kamu hadir, Nak, pertanyaan klasik tentang apa nantinya keyakinanmu itu muncul lagi. “Kita lihat nanti saja,” begitu pasti jawaban Ayah untuk setiap pertanyaan itu. Lagipula, saat itu engkau masih kecil, belum sekolah. Mama dan Ayah masih punya waktu untuk berpikir dan memutuskan. Sesekali Mama mengajakmu ke gereja, dan minta Romo untuk memberkatimu seusai misa. Ayah juga selalu membacakan doa untukmu ketika ia menidurkanmu dalam dekapannya. Dalam setiap sholatnya, Mama tahu betul, Ayah selalu mendoakanmu. Kehadiranmu adalah rahmat, cinta dari Allah untuk Mama dan Ayah.
Semua terasa begitu indah, begitu mengalir, walaupun Mama dan Ayah berbeda keyakinan.Berbeda bahasa kala kami menyapa sang Khalik.
Lambat laun, engkau bertambah besar. Yah, ketika engkau masih bayi atau batita, kami belum mengenalkanmu pada agama. Namun engkau ternyata cerdas nak. Ketika sudah waktunya engkau mulai bertanya tentang berbagai hal, maka sudah waktunya pula engkau mengenal Penciptamu. Sudah waktunya kami sebagai orang tua, mengajari engkau tentang baik dan buruk, tentang Tuhan dan segala kebesaran-Nya. Sudah waktunya kami memutuskan.
Kamu tahu Nak,ayahmu adalah seorang ayah yang berjiwa besar. Ia menyerahkan keputusan penting dalam hidupmu kepada Mama. Mama boleh menentukan apakah kamu akan dididik sesuai keyakinan Mama, atau ikut Ayah. Di saat itu, Mama sadar betapa Ayah sangat mencintai kita berdua.
Dan mungkin ya Nak, karena rasa hormat dan cinta Mama juga pada Ayahmu, Mama tidak ragu sedikitpun ketika Mama meminta Ayah agar membimbingmu sesuai ajaran agamanya.
Mama telah menentukan pilihan. Sama seperti halnya dengan pilihan Mama untuk menikah dengan ayahmu, yang dengan segala konsekuensinya tak pernah sekalipun Mama sesali. Karena, tanpa itu semua.. Mama tak akan mendapatkan engkau, bukan, Anakku?
Mama sadar, dengan pilihan hidup Mama, Mama akhirnya akan memiliki keyakinan yang berbeda denganmu juga nak, sebagaimana dengan ayahmu. Namun, pengalaman hidup bersama ayahmu bertahun sebelum engkau lahir, membuat Mama yakin bisa menjalani ini. Setiap keputusan penting dalam hidup Mama, selalu Mama awali dengan doa, dan Mama berharap inilah jalan yang ditunjukkan Tuhan untuk kita.
Walaupun kita berbeda keyakinan Nak, namun itu tidak menghalangi Mama sedikitpun untuk tetap membimbingmu untuk menjadi seorang puteri yang soleha.
Mama dan ayah, sampai detik ini, selalu berusaha dan akan selalu berjuang untuk membimbingmu, Nak.
Mama, seperti Mama yang lain, hanyalah seorang ibu biasa, yang hanya berusaha membesarkanmu, memberimu makan yang bergizi, mencukupi kebutuhanmu, dan berusaha agar engkau bisa menemukan potensi dan talenta yang dianugerahkan Tuhan kepada dirimu, agar kelak engkau menjadi berkat di sekelilingmu.
Mama sadar, tugas Mama adalah mendidikmu, tentunya bersama Ayah, yang menjadi imam keluarga ini. Pendidikan agamamu, Nak, adalah juga tanggung jawab Mama, walaupun kita berbeda keyakinan. Itu pula yang membuat Mama memilihkan sekolah berbasis agama untukmu Nak, agar engkau bisa menimba ilmu agama dari guru-gurumu. Mengingat Mama tentunya tidak cukup ahli untuk mengajarimu. Dan baik Ayah dan Mama punya keterbatasan waktu untuk membimbingmu karena bekerja.
Namun, inilah yang Mama janjikan dan sampai sekarang, selalu berusaha Mama lakukan untukmu, Nak:
Mama tidak akan pernah bosan mengingatkanmu untuk sholat lima waktu, ataupun mengucap doa-doa wajibmu.
Mama mencuci sendiri sajadah dan mukenamu supaya selalu bersih dan wangi, supaya engkau merasa nyaman dalam beribadah.
Mama mencuci sendiri jilbab putihmu yang selalu kau kenakan di sekolah setiap hari Jumat. Ah, sungguh kamu tampak cantik dengan kerudung putihmu, sayang.
Mama tidak pernah ragu mendampingimu belajar tentang aqidah Islam, membaca iqra, dan membantumu supaya bisa menguasai pelajaran tentang agama dengan baik. Mama tak ragu ikut belajar tentang agama Islam bersama denganmu, ikut mempelajari keyakinanmu Nak, karena Mama tahu kamu lebih senang ditemani Mama belajar. Dan syukurlah, engkau adalah putri yang sangat menghargai usaha Mama. Mama tak berharap banyak.. tetapi kau hadiahkan Mama berbagai prestasi, juga nilai bagus di semua mata pelajaran di rapotmu. Itu semua adalah hadiah terindah darimu untuk Mama. Terimakasih, sayangku.
Ah, jadi ingat.. ketika dulu Mama masih sering keluar kota, betapa jarang Mama mendengarmu memanggil Mama, “Ma, temani aku belajar Ma ..”
Dulu, kamu lebih suka memilih membaca buku bersama (almarhum) eyang. Dan sekarang, ketika Mama lebih banyak di sini bersamamu, betapa Mama menyesal tidak banyak mendampingimu dulu, ketika pertanyaan-pertanyaan pertama tentang kehidupan mulai engkau cerocoskan. Karena itu, Mama bertekad untuk lebih banyak menyediakan waktu untukmu.
Dan Mama percaya, setiap doa yang Mama panjatkan untukmu Nak, akan didengar oleh-Nya.
Doa seorang Mama yang biasa, sama seperti Mama yang lain. Doa dengan harapan agar engkau menjadi anak yang sehat, pandai, mandiri, taat beragama, berguna bagi masyarakat dan kelak menjadi pribadi yang membanggakan orang tua.
Doa dengan harapan agar anak Mama jadi putri yang shaliha.
Mama percaya, walau (terkadang) sekitar Mama selalu mengatakan sebaliknya.
Mama percaya bahwa Tuhan kita satu, Nak. Bahwa surga kita satu.
Mama percaya, setiap bait doa untukmu yang Mama panjatkan ke hadirat-Nya, akan didengarNya. Mama sudah sering mendengar kata-kata, “Doa yang disampaikan umat yang berbeda keyakinan tidak akan sampai, “Tapi Mama lebih percaya akan kebesaran dan kemurahan hati Tuhan, kalau tidak, tentunya Ia tidak akan mempercayakan engkau, anakku, untuk Mama asuh.
Mama sungguh percaya surga itu satu, dan kelak .. Semoga, Mama, kamu dan Ayah bisa bersama-sama meniti jalan menuju surga itu. Dan pada akhirnya kita bersama selamanya. Yah! Itulah bait doa yang selalu Mama selipkan sebelum kita beranjak tidur. Dan Mama berharap, semoga engkau pun akan mengucap doa yang sama untuk kita, Mama, Ayah, dan kamu sendiri, Nak. Semoga Tuhan mengabulkan setiap doa yang dengan tulus engkau lantunkan. Amin
Bolehkah menurut hukum Islam seorang Muslim, baik pria maupun wanita menikah dengan orang yang berbeda agama? Masalah perkawinan beda agama telah mendapat perhatian serius para ulama di Tanah Air. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional II pada 1980 telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan dua keputusan terkait pernikahan beda agama ini.
Pertama, para ulama di Tanah Air memutuskan bahwa perkawinan wanita Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim. Perkawinan antara laki-laki Muslim dengan wanita ahlul kitab memang terdapat perbedaan pendapat. "Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya, MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram," ungkap Dewan Pimpinan Munas II MUI, Prof Hamka, dalam fatwa itu.
Dalam memutuskan fatwanya, MUI menggunakan Alquran dan Hadis sebagai dasar hukum. "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka ber iman (masuk Islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan wanita orangorang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, meskipun ia menarik hatimu..." (QS: al-Baqarah:221).
Selain itu, MUI juga menggunakan Alquran surat al-Maidah ayat 5 serta at Tahrim ayat 6 sebagai dalil. Sedangkan, hadis yang dijadikan dalil adalah Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tabrani: "Barang siapa telah kawin, ia telah memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa (takut) kepada Allah dalam bagian yang lain."
Ulama Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa tentang penikahan beda agama. Secara tegas, ulama Muhammadiyah menyatakan bahwa seorang wanita Muslim dilarang menikah dengan pria non-Muslim. Hal itu sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 221, seperti yang telah disebutkan di atas. "Berdasarkan ayat tersebut, laki-laki Mukmin juga dilarang nikah dengan wanita non-Muslim dan wanita Muslim dilarang walinya untuk menikahkan dengan laki-laki non-Muslim," ungkap ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.
Ulama Muhammadiyah pun menyatakan kawin beda agama juga dilarang dalam agama Nasrani. Dalam perjanjian alam, kitab ulangan 7:3, umat Nasrani juga dilarang untuk menikah dengan yang berbeda agama. "Dalam UU No 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 juga disebutkan bahwa: "Pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."
"Jadi, kriteria sahnya perkawinan adalah hukum masing-masing agama yang dianut oleh kedua mempelai," papar ulama Muhammadiyah dalam fatwanya. Ulama Muhammadiyah menilai pernikahan beda agama yang dicatatkan di kantor catatan sipil tetap tak sah nikahnya secara Islam. Hal itu dinilai sebagai sebuah perjanjian yang bersifat administratif.
Ulama Muhammadiyah memang mengakui adanya perbedaan pendapat tentang bolehnya pria Muslim menikahi wanita nonMuslim berdasarkan surat al-Maidah ayat 5. "Namun, hendaknya pula dilihat surat Ali Imran ayat 113, sehingga dapat direnungkan ahli kitab yang bagaimana yang dapat dinikahi laki-laki Muslim," tutur ulama Muhammadiyah.
Dalam banyak hal, kata ulama Muhammadiyah, pernikahan wanita ahli kitab dengan pria Muslim banyak membawa kemadharatan. "Maka, pernikahan yang demikian juga dilarang." Abdullah ibnu Umar RA pun melarang pria Muslim menikahi wanita non-Muslim.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar