
Sebuah hadist menyebutkan, orang yang cerdas (genius) adalah orang selalu mngingat kematian. Dengan mengingat kematiana itu, manusia akan mengorientasikan seluruh hidupnya untuk kebaikan.
Ketika manusia mengingat kematian, mereka pasti akan menggunakan potensi-potensi dirinya hanya untuk beramal kebaikan. Manusia yang selalu mengingat kematian akan memutus dan menarik garis pembatas dengan segala perbuatan dosa, serta tak akan pernah berkompromi dengan perbuatan durhaka.
Manusia pasti melalui iring-iringan kematian, mengingat akhir kehidupan yang pasti datang ini, waktu yang sudah Allah Ta’ala takdirkan buat anak Adam, di mana ketika itu, seorang tiran menjadi hina, pendurhaka menunduk lesu, pendosa ingin bertobat, dan orang-orang yang memberontak terhadap kekuasaan Rabbnya menjadi murung dan sedih.
Kematian adalah saat yang memilukan. Kematian akan sama-sama dialami oleh para raja, para penguasa, rakyat jelata, atasan dan bawahan, si kaya dan si miskin. Tak ada satupun keturunan anak Adam, yang luput dari peristiwa kematian.
Betapa pun panjang usia, dan betapa asyik masyuknya dengan masa muda, yang sehat dan gagah, manusia tetap akan mengalami saat kematian. Walaupun, manusia memiliki mobil-mobil, gedung-gedung, tinggal di apartemen yang super luk dan mewah, memakai pakaian yang terbuat dari sutera yang halus dan lembut, menikmati berbagai makanan restoran yang serba lezat, saling berkunjung dan banyak mengumbar gelak dan tawa, ketika datang kematian, semuanya itu pasti pupus dan tak berarti apa-apa.
Kadang-kadang manusia lupa akan kematian. Karena tenggelam dalam kenikmatan dunia, yang hanya sebentar itu. Kadang-kadang kehidupan dunia membuat manusia terhempas dalam khayalan yang tak ada ujungnya. Mereka terus menerus melanglang mengikuti hawa nafsunya, yang seakan tak berbatas. Manusia ingin mereguk segala kenikmatan dunia. Manusia yang mengejar kenikmatan dunia itu, bagaikan mereka yang mengejar fatamorgana di padang pasir, yang tak pernah mendapatkan kepuasan, dan tak pernah menemukan air yang dapat menghilangkan rasa dahaganya.
Mengapa manusia menjadi lupa terhadap hakekat tujuan hidupnya? Mengapa manusia melupakan akan pertanggung-jawaban yang pasti akan diminta oleh Sang Pencipta Allah Rabbul Azis itu? Mengapa manusia berkhianat terhadap yang menciptakan dirinya? Mengapa manusia hanya menghabiskan waktunya untuk bersenda gurau dan main-main? Mengapa manusia memilih bergaul dan bercengkerama dengan para ahlul maksiat dan ahlul bathil?
Kalau ada orang yang dapat lolos dari kematian adalah Nabi Muhammad Saw. Tapi, demi Allah, kenyataannya tidak. Rasulullah Saw melewati saat yang juga dilewati manusa biasa.Padahal Rasulullah Saw adalah manusia yang paling mulia, dan kekasih Allah Rabbul Azis. Hanya bedanya dengan manusia biasa, beliau menerima kematian dengan lapang dada, karena telah banyak melakukan amal kebajikan.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw, ketika menghadapi sakaratul maut, mengambil khamishah (kain kecil), dan menaruhnya di wajah beliau, karena beratnya kondisi yang beliau hadapi. Lalu, beliau berdoa: “Laa ilahaa illallah…laa ilaaha illallah … laa ilaaha illallah. Sungguh, kematian itu amat pendih. Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakaratul maut. Ya Allah, ringankanlah sakaratul maut ini buat ku”.
Aisyah menuturkan: “Demi Allah, beliau mencelupkan kain itu ke air, lalu meletakkannya di atas wajahnya”. Lalu, beliau berdoa: Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakaratul maut”. Mengapa Rasulullah Saw berdoa seperti itu? Para Sahabat menafsirkan, beliau berdoa demikian, karena diberi dua pilihan. Diperpanjang usianya atau bertemu Tuhannya. Tetapi, beliau, ‘justru memilih teman Tertingginya (Rabbnya)’. “Aku ingin segera meninggalkan dunia ini … aku ingin meninggal saat ini”, ujar Rasulullah Saw. Beliau tahu, betapapun panjangnya usia dan jauhnya ajal, beliau tetap akan mengalami kematian.
Dalam sebuah kisah yang lain, Musa a.s. berdoa: “Wahai Tuhanku, saya ingin berumur panjang”. “Musa, pilihlah sesukamu!”, jawab Allah Swt. Disaat itu malaikat maut datang untuk mencabut nyawa Musa as, setelah usia yang panjang itu. Tapi, Musa malah memukul dan membutakan mata malaikat. Malaikat maut kembali kepada Allah dan mengadu: “Tuhan, Engkau mengutusku kepada seorang hamba yang tidak ingin mati, ia justru mencongkel mataku”. Allah pun mengembalikan mata malaikat maut seperti sedia kala. Kemudian, malaikat maut itu kembali kepada Musa as untuk mencabut nyawanya.
“Musa berangan-anganlah usia yang panjang sesukamu”.
Musa bertanya: “Lalu?”.
Malaikat:“Lalu, kamu akan mati”.
“Kalau begitu, sekarang sajalah”, jawab Musa. Malaikat maut pun mencaput nyawa Musa as.
Bersiap-siaplah menghadapi kematian, yang pasti akan datang. Beramal lah dengan amal kebajikan, agar dapat menemui Rabbmu dengan tenang dan bahagia. Semoga. Wallahu ‘alam. Mashadi.
Ketika manusia mengingat kematian, mereka pasti akan menggunakan potensi-potensi dirinya hanya untuk beramal kebaikan. Manusia yang selalu mengingat kematian akan memutus dan menarik garis pembatas dengan segala perbuatan dosa, serta tak akan pernah berkompromi dengan perbuatan durhaka.
Manusia pasti melalui iring-iringan kematian, mengingat akhir kehidupan yang pasti datang ini, waktu yang sudah Allah Ta’ala takdirkan buat anak Adam, di mana ketika itu, seorang tiran menjadi hina, pendurhaka menunduk lesu, pendosa ingin bertobat, dan orang-orang yang memberontak terhadap kekuasaan Rabbnya menjadi murung dan sedih.
Kematian adalah saat yang memilukan. Kematian akan sama-sama dialami oleh para raja, para penguasa, rakyat jelata, atasan dan bawahan, si kaya dan si miskin. Tak ada satupun keturunan anak Adam, yang luput dari peristiwa kematian.
Betapa pun panjang usia, dan betapa asyik masyuknya dengan masa muda, yang sehat dan gagah, manusia tetap akan mengalami saat kematian. Walaupun, manusia memiliki mobil-mobil, gedung-gedung, tinggal di apartemen yang super luk dan mewah, memakai pakaian yang terbuat dari sutera yang halus dan lembut, menikmati berbagai makanan restoran yang serba lezat, saling berkunjung dan banyak mengumbar gelak dan tawa, ketika datang kematian, semuanya itu pasti pupus dan tak berarti apa-apa.
Kadang-kadang manusia lupa akan kematian. Karena tenggelam dalam kenikmatan dunia, yang hanya sebentar itu. Kadang-kadang kehidupan dunia membuat manusia terhempas dalam khayalan yang tak ada ujungnya. Mereka terus menerus melanglang mengikuti hawa nafsunya, yang seakan tak berbatas. Manusia ingin mereguk segala kenikmatan dunia. Manusia yang mengejar kenikmatan dunia itu, bagaikan mereka yang mengejar fatamorgana di padang pasir, yang tak pernah mendapatkan kepuasan, dan tak pernah menemukan air yang dapat menghilangkan rasa dahaganya.
Mengapa manusia menjadi lupa terhadap hakekat tujuan hidupnya? Mengapa manusia melupakan akan pertanggung-jawaban yang pasti akan diminta oleh Sang Pencipta Allah Rabbul Azis itu? Mengapa manusia berkhianat terhadap yang menciptakan dirinya? Mengapa manusia hanya menghabiskan waktunya untuk bersenda gurau dan main-main? Mengapa manusia memilih bergaul dan bercengkerama dengan para ahlul maksiat dan ahlul bathil?
Kalau ada orang yang dapat lolos dari kematian adalah Nabi Muhammad Saw. Tapi, demi Allah, kenyataannya tidak. Rasulullah Saw melewati saat yang juga dilewati manusa biasa.Padahal Rasulullah Saw adalah manusia yang paling mulia, dan kekasih Allah Rabbul Azis. Hanya bedanya dengan manusia biasa, beliau menerima kematian dengan lapang dada, karena telah banyak melakukan amal kebajikan.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw, ketika menghadapi sakaratul maut, mengambil khamishah (kain kecil), dan menaruhnya di wajah beliau, karena beratnya kondisi yang beliau hadapi. Lalu, beliau berdoa: “Laa ilahaa illallah…laa ilaaha illallah … laa ilaaha illallah. Sungguh, kematian itu amat pendih. Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakaratul maut. Ya Allah, ringankanlah sakaratul maut ini buat ku”.
Aisyah menuturkan: “Demi Allah, beliau mencelupkan kain itu ke air, lalu meletakkannya di atas wajahnya”. Lalu, beliau berdoa: Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakaratul maut”. Mengapa Rasulullah Saw berdoa seperti itu? Para Sahabat menafsirkan, beliau berdoa demikian, karena diberi dua pilihan. Diperpanjang usianya atau bertemu Tuhannya. Tetapi, beliau, ‘justru memilih teman Tertingginya (Rabbnya)’. “Aku ingin segera meninggalkan dunia ini … aku ingin meninggal saat ini”, ujar Rasulullah Saw. Beliau tahu, betapapun panjangnya usia dan jauhnya ajal, beliau tetap akan mengalami kematian.
Dalam sebuah kisah yang lain, Musa a.s. berdoa: “Wahai Tuhanku, saya ingin berumur panjang”. “Musa, pilihlah sesukamu!”, jawab Allah Swt. Disaat itu malaikat maut datang untuk mencabut nyawa Musa as, setelah usia yang panjang itu. Tapi, Musa malah memukul dan membutakan mata malaikat. Malaikat maut kembali kepada Allah dan mengadu: “Tuhan, Engkau mengutusku kepada seorang hamba yang tidak ingin mati, ia justru mencongkel mataku”. Allah pun mengembalikan mata malaikat maut seperti sedia kala. Kemudian, malaikat maut itu kembali kepada Musa as untuk mencabut nyawanya.
“Musa berangan-anganlah usia yang panjang sesukamu”.
Musa bertanya: “Lalu?”.
Malaikat:“Lalu, kamu akan mati”.
“Kalau begitu, sekarang sajalah”, jawab Musa. Malaikat maut pun mencaput nyawa Musa as.
Bersiap-siaplah menghadapi kematian, yang pasti akan datang. Beramal lah dengan amal kebajikan, agar dapat menemui Rabbmu dengan tenang dan bahagia. Semoga. Wallahu ‘alam. Mashadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar