SEMUA manusia akan mati, kembali ke alam akhirat. Di sana ada dua tempat kembali. Yang satu disebut sebaik-baik tempat kembali yaitu surga, dan yang satu lagi seburuk-buruk tempat kembali, atau neraka jahanam. Semua manusia akan kembali kesalah satu di antaranya. Tetapi sebelum sampai ke sana, semua harus menunggu dahulu di tempat penantian, di alam kubur atau biasa disebut juga alam barzah, sampai hari kiamat tiba.
Di tempat penantian ini pun ada dua tempat. Ada yang disebut kubur yang lapang dan ada yang sempit. Manusia akan masuk ke salah satunya, tergantung kepada hidupnya di dunia. Yang beriman akan masuk ke alam kubur yang terang-benderang, yang tidak beriman akan menunggu di alam kubur yang sempit terimpit. Yang satu merasakan nikmat alam kubur, yang lain menderita siksa kubur. Kepedihan itu harus diderita sepanjang menanti, kecuali bila mendapat ampunan dari Allah SWT.
Dibandingkan dengan azab neraka kelak, konon siksa kubur tidak seberapa. Tapi yang tidak seberapa itu kalau dibandingkan dengan siksa dunia bukan main pedih dan beratnya. Orang tak akan dapat membayangkan betapa pedihnya siksa kubur. Begitu ditakuti sehingga Nabi Muhammad saw. banyak mengajarkan doa memohon dilepaskan dari siksa kubur.
Sebaliknya, kubur yang lapang dan terang benderang tak terbayangkan kenikmatannya dibandingkan dengan kenikmatan yang pernah dialami manusia di dunia, tetapi dibandingkan dengan kenikmatan surga yang sempurna dan langgeng, belum apa-apa.
Mati itu pasti. Kita tak bisa menghindarinya dengan cara apa pun. Tidak dengan obat-obatan, tidak dengan mantra atau ilmu. Tidak pula dengan bersembunyi di tempat yang paling sunyi sekalipun. Di mana pun kita berada, pada saatnya ajal pasti akan menjemput.
Yang tidak diketahui oleh manusia kapan dia akan mati di mana dia akan mati dan bagaimana dia mati. Ada yang mati lazim karena sudah tua atau menderita sakit. Ada yang mati mendadak, dalam arti tidak ada tanda-tandanya terlebih dahulu atau tidak diketahui sebab musababnya.
Mati mendadak itu banyak sekali jenisnya. Ada yang karena kecelakaan. Ini pun jutaan jenisnya, dari yang hanya kecelakaan sepele sampai kepada yang sangat mengerikan. Ada yang mati karena aniaya orang, seperti dibunuh. Ada pula yang menurut penglihatan mata kasar tanpa sebab. Tiba-tiba saja mati. Ada yang sedang mengerjakan pekerjaan rutinnya, ada yang sedang berekreasi, ada yang sedang berolah raga, ada yang sehabis mengambil air wudu, atau salat, membaca Alquran atau sedang menjalankan ibadah haji dan perbuatan baik lainnya. Ada pula yang mati sedang melakukan perbuatan mesum atau maksiat. Berita orang mati di tempat perzinahan atau mati dikeroyok masyarakat karena mencuri dan lain sebagainya bukanlah berita yang langka. Sebanyak jumlah manusia sebanyak itu pula cara manusia mati.
Dalam kaitan mati yang pasti itu Nabi Muhammad saw. mengajarkan sebuah doa yang sepintas bisa menimbulkan kebingungan. Doa itu berbunyi, Allahumma inni a'udzubika mim mautil faj'ah (Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari mati mendadak).
Jelas sekali, menurut teksnya, mati mendadak itu buruk. Dan kalau keburukannya itu sampai dimintakan perlindungan dari Allah SWT, maka tidak bisa tidak mati mendadak itu bisa menyebabkan yang bersangkutan harus menunggu di alam kubur yang sempit mengimpit untuk akhirnya masuk neraka. Apa begitu?
Kalau begitu, bagaimana halnya dengan khalifah Umar bin Khathab r.a., khalifah Utsman bin Afan r.a., dan khalifah Ali bin Abi Thalib r.a., dan sejumlah syuhada lainnya yang kesemuanya mati secara mendadak dibunuh orang? Padahal Rasulullah saw. menegaskan mereka adalah ahli surga yang pasti memiliki tempat penantian di alam kubur yang lapang.
Tidak sepatutnya kita meragukan baiknya kematian para sahabat yang mulia dan para syuhada itu tetapi yang harus dicari adalah pengertian mati mendadak.
Salah satu rukun iman menyuruh kita percaya kepada hari akhir. Percaya kepadanya berarti percaya bahwa setelah kehidupan kini ada kehidupan lain. Setelah mati manusia akan disuruh menunggu di alam kubur sampai datang hari perhitungan. Bisa jadi dikubur yang sempit, bisa juga dikubur yang lapang, bergantung kepada iman dan amalnya. Setelah hari kiamat akan datang hari hisab (penghitungan) dan setelah itu ada yang digiring masuk ke neraka dan ada yang diantar para malaikat dengan segala kehormatan memasuki surga.
Yang percaya kepada hari akhir yakin bahwa siksa neraka sangatlah pedih, karena itu mereka takut terjerumus ke dalamnya. Dan percaya bahwa pahala surga sangat nikmat, karena itu sangat mendambakannya. Dan karena yakin bahwa keadaan di sana bergantung sekali kepada amal-amalnya dunia, maka selama di dunia ia hidup dengan hati-hati, menjauhi segala kemunkaran dan memperbanyak amal baik. Dia hidup sebagai orang yang beriman dan beramal saleh. Semua itu dilakukan sebagai persiapan menghadapi mati yang entah besok entah lusa datangnya, tapi pasti.
Orang-orang beriman dan mengerjakan amal saleh boleh dipastikan memiliki persiapan mental untuk dijemput maut kapan saja, di mana saja dan dengan cara bagaimana pun juga. Dengan demikian, bagi jiwa-jiwa mereka tak ada mati mendadak, sekalipun bagi raganya kematian itu bisa saja datang tak disangka-sangka.
Yang tidak beriman, tidak percaya kepada hari akhirat. Tidak percaya bahwa ada kehidupan setelah hidup kini. Baginya hidup hanya di dunia. Mati hanyalah akhir kehidupan, setelah itu tak ada apa-apa lagi. Ketika sekarat datang mulai ada kesakitan dan ketakutan. Dan ketika ajal tiba, ia sama sekali tidak menyangka apa yang diketemukannya. Segalanya menakutkan, mengejutkan dan menyakitkan. Dia pun menyesali diri mengapa ketika di dunia tidak mau mempercayai orang yang mengajarinya.
Dalam Alquran ada cerita tentang orang-orang seperti ini yang memohon-mohon kepada Tuhan agar dikembalikan lagi ke dunia dan berjanji akan memperbaiki pola hidupnya. Tetapi segalanya sudah terlewat. Baginya, walaupun datangnya wajar sekali melalui sakit dahulu atau karena sudah tua, mati betul-betul mendadak, menyakitkan dan mengerikan.
Jadi, mati mendadak bukanlah mati secara tiba-tiba seperti yang diartikan secara harfiah oleh umum. Sebab orang bisa mati lahiriah secara mendadak, tetapi jiwanya sama sekali tidak merasakan kemendadakan. Atau, bisa saja lahiriahnya mati wajar, tetapi yang bersangkutan merasakan sebagai sangat mendadak dan menakutkan. Kesimpulannya, mati mendadak adalah kematian seorang yang tidak beriman, tidak menjadi soal bagaimana ia datang.
Keimanan seseorang bisa berubah-ubah. Suatu saat tinggi, saat lain menurun. Sedang mati bisa datang setiap saat. Bila tiba pada saat iman menurun, apalagi bila menurunnya drastis, bisa celaka kita. Na'uzubillahi min dzalik! Karena itu menjadi kewajiban kita untuk memelihara iman dengan tetap membaca doa tadi dan memperbanyak amal saleh yang bisa mendekatkan diri kita ke surga sehingga bila ajal datang sewaktu -waktu kita sudah siap. Dengan demikian insya Allah kita akan termasuk golongan yang dimaksud Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 277.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”***
Oleh H. RACHMAT M.A.S
Sabtu, 02 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar